KETIKA Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memanggil seorang
pendakwah pada pertengahan Juli lalu, publik tentu terkejut. Selama ini
ustaz itu tak pernah bersinggungan dengan otoritas keuangan, apalagi
terkait pasar modal.
Keterkejutan itu tentu beralasan karena
seolah-olah sang tokoh “dicurigai” melakukan kesalahan. Terlebih, jika
publik belum memahami bahwa OJK sebenarnya berkepentingan menjaga
kepentingan konsumen dalam melakukan investasi yang sedang dikembangkan
ustaz. Ini sesuai amanat UU OJK Pasal 4 huruf C yakni memastikan
keseluruhan kegiatan di dalam sistem jasa keuangan mampu melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat secara seimbang dengan pertumbuhan
lembaga dan industri sektor jasa keuangan baik bank maupun nonbank.
Kisah
tokoh tersebut hanyalah sebagian dari puluhan investasi tak berizin dan
tidak ada yang bertanggung jawab dalam pengawasan. Jika ada
penyimpangan yang dilakukan, para investor akan sulit untuk memperoleh
dananya kembali. Yang menarik adalah ada investasi bodong terjadi
berulang dan banyak masyarakat yang dirugikan, namun ternyata masih saja
publik belum memahami sehingga menjadi korban.
OJK hingga Juni
menerima laporan ada 40 entitas tak berizin, tetapi nekat menarik
investasi masyarakat. Kita tentu ingat kasus produk investasi emas yang
diterbitkan oleh PT Golden Traders Indonesia (GTI) Syariah awal tahun
ini. Penipuan bermotif investasi emas ini mengakibatkan nilai kerugian
nasabah Rp10 triliun. Kasus lain yang cukup fenomenal adalah penipuan
oleh PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR). Peristiwa pada 1998–2003 ini
menarik korban sekelas tokoh nasional.
Modal Percaya dan Pemahaman
Masyarakat
harus mengerti bahwa investasi bukan sekadar kepercayaan. Penting
dipahami bahwa setiap perusahaan yang menghimpun dana publik dan
menawarkan keuntungan (return) mesti mengantongi aspek legalitas untuk
menjamin kepentingan mereka sendiri. Ketidakmengertian mengenai
pentingnya aspek hukum itu umumnya terjadi karena dua alasan; kurangnya
pemahaman masyarakat atas produk investasi dan sosialisasi pengelolaan
investasi yang belum maksimal.
Hingga saat ini tingkat
pengetahuan masyarakat Indonesia dalam keuangan masih rendah. Survei
literasi internasional yang pernah dilakukan VISA di 28 negara
menempatkan Indonesia di peringkat bawah dengan skor 21,7. Sebagai
perbandingan, negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia sudah
mempunyai skor di atas 40. Catatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI) juga semakin mempertegas kerawanan itu.
Dari seribuan
aduan yang masuk ke YLKI sepanjang 2009-2010, sebanyak 234 aduan adalah
keluhan dari sektor keuangan. Karena itu, OJK semakin terus mempertegas
upaya melindungi konsumen, terutama sejak dibentuk pada Juli tahun lalu
berdasarkan UU No 21/2011 sebagai gabungan wewenang Bank Indonesia dan
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Sejauh
mana radar perlindungan OJK menyentuh konsumen? Utamanya adalah
konsumen industri keuangan yakni perbankan, pasar modal, pemegang polis
asuransi, peserta dana pensiun, serta nasabah lembaga pembiayaan dan
lembaga jasa keuangan lain. Tugas perlindungan konsumen OJK ini juga
sesuai amanat Pasal 4 Huruf C UU itu yakni mencegah kerugian konsumen
(Pasal 28), melayani pengaduan konsumen (Pasal 29), dan pembelaan hukum
(Pasal 30).
Beragamnya inovasi produk keuangan saat ini mendorong
beberapa negara meletakkan perlindungan konsumen sebagai salah satu
prioritas sektor keuangan. Apalagi, kejahatan keuangan makin variatif,
sedangkan tingkat pemahaman publik masih rendah. Padahal perkembangan
investasi juga akan mengikuti perkembangan pola pikir manusia. Makin
berkembang peradaban, kreativitas manusia makin berkembang dan mendorong
penciptaan baru dari produk-produk investasi.
Misalnya sebelum
tabungan dan deposito dikenal luas, masyarakat baru mengandalkan
investasi emas. Lalu muncul kreasi investasi saham, reksa dana, kontrak
pengelolaan dana (KPD), ETF (exchange traded fund), dan produk-produk lain pada masa mendatang yang tentu membutuhkan keseimbangan regulasi.
Aturan Perlindungan Konsumen
Karena
itu, keberadaan OJK sebagai pengatur dan pengawasan jasa keuangan pun
menjadi keniscayaan. Baru-baru ini OJK merilis peraturan mengenai
perlindungan konsumen keuangan (POJK No 1/ POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan) yang akan menjadi pedoman bagi
lembaga keuangan dan masyarakat. Bagi masyarakat, peraturan ini menjadi
patokan karena publik bisa mengetahui industri keuangan apa saja yang
masuk dalam pengawasan OJK, jenis pengaduan seperti apa yang bisa
disampaikan, serta apa saja tahapan pengaduan dan persyaratannya.
Kehadiran
peraturan ini juga akan mengatasi beberapa permasalahan antara konsumen
dan institusi keuangan di antaranya informasi yang asimetris, perlakuan
tidak adil dan tidak etis, rendahnya kualitas layanan, penggunaan data
pribadi konsumen, serta kurang efektifnya penanganan pengaduan dan
penyelesaian sengketa. Tapi, kehadiran regulasi baru ini juga menegaskan
OJK bukan seperti Lembaga Penjamin Simpanan dalam industri perbankan.
OJK
tidak mengganti kerugian investor, tapi hanya memfasilitasi pengaduan
yang dilakukan melalui mediasi. OJK tidak berpihak dan hanya
mempertemukan dua belah pihak untuk bersepakat dan OJK mengawasi
pelaksanaan akta kesepakatan yang ditandatangani. Bagaimana dengan
industri? Lembaga jasa keuangan akan diuntungkan karena saat ini
sebagian sudah menerapkan standar jasa keuangan yang baik, sebagian lagi
belum.
Dengan standardisasi, OJK akan memastikan perlakuan yang tepat untuk konsumen, membangun kepercayaan pada industri (market confidence), dan di sisi lain menyaring industri dari tindak kejahatan keuangan (financial crimes). Industri
keuangan yang baik akan tumbuh dan terlindungi. Konsumen yang cukup
melek finansial akibat tingkat literasi keuangan tinggi pun akan leluasa
berinvestasi di produk pilihan mereka.
Pertumbuhan industri jasa
keuangan akan naik seiring tingkat literasi keuangan masyarakat.
Regulasi itu diharapkan menciptakan keseimbangan dalam sektor jasa
keuangan. Lembaga keuangan tumbuh lebih baik dan konsumen pun
terlindungi sehingga tidak ada buruk sangka dari industri dan konsumen
berinvestasi dengan aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar